Taman AIS Nasution Kelilingi Monumen Bersejarah, Simbol Perjuangan Arek Suroboyo 

Dibatas siang menjelang matahari terbenam kesunyian tiba-tiba merambat bersama waktu. Dedaunan merisaukan tentang malam yang akan datang, bersama burung-burung yang bersarang dibatang-batang pohonnya, di atas Taman Ais Nasution. Jalanan mulai padat, lampu-lampu mulai menerangi perjalanan mereka yang mulai lelah dengan kehidupan. Bunyi klakson meraung-raung saling bersahutan, dibalik itu ada ketidaksabaran yang tertumpah. 

Siapa yang tidak tahu ikon Bambu Runcing sebagai senjata arek-arek Suroboyo melawan penjajah? Anda akan melihat Monumen Bambu Runcing di Surabaya ketika melalui jalan protokol Panglima Sudirman yang pada zaman Belanda disebut sebagai Jalan Palmenlaan – awalan palm pada nama jalan tersebut bermakna tanaman palm yang dahulu memenuhi sepanjang jalan tersebut. Tentu masyarakat Surabaya tidak akan asing dengan yang satu ini, selain terletak di tengah kota, Monumen Bambu Runcing memang begitu menarik perhatian karena terletak di tengah 2 ruas jalan besar.  

Selain itu, pada malam hari akan ada lampu berwarna-warni yang akan tetap membuat monumen ini mudah dikenali. Monumen ini terdiri dari 5 buah pilar berbentuk menyerupai bambu yang dipotong meruncing berwarna putih. Dari ujungnya, keluar air yang mengalir terus menerus yang juga dikelliling kolam dan air mancur berbentuk lingkaran. Apabila Anda melakukan perjalanan menuju Tunjungan Plaza, Balai Pemuda Tourism Centre atau Supermarket Hokky tentunya Anda akan menemui monumen bersejarah ini. Lokasi taman ini juga dekat dengan Palang Merah Indonesia yang terletak di Jalan Embong Ploso.  

Namun apakah Anda mengetahui nama taman yang mengelilingi monumen bersejarah ini? Taman tersebut ialah Taman AIS Nasution, yang diambil dari nama ruas jalan yang mengelilingi taman tersebut. Ketika zaman kependudukan Belanda, nama jalan tersebut dulunya ialah Scheepmakerspark. Akhiran –park pada nama jalan tersebut memiliki arti taman yang kecil dalam Bahasa Belanda. Bentuk taman ini hampir menyerupai persegi dengan panjang sisi yang sama namun sudut yang tumpul, dengan Monumen Bambu Runcing terletak tepat ditengahnya.  

Taman yang diambil dari nama jendral ini diresmikan pada 25 Mei 1981 oleh H. Soenandar Prijosoedarno, yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur. Sebanyak 4 ruas taman yang mengelilingi Monumen Bambu Runcing ini dipenuhi oleh tanaman hias dan tergolong sebagai salah satu taman aktif di Surabaya karena memiliki jalan setapak serta bangku sehingga dapat disinggahi pengunjung.  

Akses jalan lain yang dapat ditempuh untuk dapat sampai ke lokasi Taman AIS Nasution adalah melalui Jalan Embong Wungu dan Embong Kenongo. Apabila Anda berjalan kaki, Anda juga dapat melalui Jalan Kayoon dan berhenti tepat di ANIEM Bambu Runcing. ANIEM ini merupakan bekas gardu listrik kuno pada masa Belanda.  

Gambar 1. ANIEM Bambu Runcing 

Pada bagian luar trotoar taman yang bersebelahan dengan jalan, terdapat sejumlah fasilitas parkir sepeda, begitu juga dengan bangku dan 2 jenis tempat sampah. Di sekeliling taman tidak banyak pedagang, hanya beberapa yang menjajakan bakso, nasi goreng dan minuman. Kebanyakan ruas Jalan AIS Nasution digunakan sebagai parkir kendaraan dari gedung-gedung seperti, Wisma Jerman, Bank BNI, Hotel Aria Centra Surabaya, Trisensa Diagnostic Centre, dan Hokky Supermarket.  

Berikut sedikit ingatan masa kecil saya tentang Taman AIS Nasution. Dengan sepeda motor bertangki depan, saya dibonceng menuju ke sana. Saya begitu menantikan dimana malam itu diajak berjalan ke tengah kota di malam pergantian tahun.  

Taburan cahaya bintang menghiasi langit malam itu, ditemani petasan dan klakson motor yang saling bersahutan. Saya menengadah ke atas, menikmati keindahannya. Tinggi saya masih 100 senti meter lebih sedikit, masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK). Tak jarang pemandangan saya terhalang orang-orang lain yang lebih jangkung dari saya. Jalanan begitu padat, begitu juga dengan tempat saya berdiri. Kemanapun saya berjalan akan ada pedagang yang menjajakan terompet berwarna keemasan dengan rumbai-rumbainya itu. Mereka seolah memanggil-manggil saya.  

Malam itu, paman saya membelikan saya mainan tradisional berbahan bambu, karet gelang dan kertas kado. Ketapel baling-baling orang menyebutnya, cara memainkannya ialah sama dengan prinsip ketapel dan mengarahkannya ke atas. Saya ingat betul corak yang terdapat pada mainan saya waktu itu adalah donald bebek dengan latar belakang berwarna ungu.  

Dibalik makna mendalam sejarah perjuangan bangsa dengan berdirinya Monumen Bambu Runcing, Taman AIS Nasution memiliki kisah tersendiri bagi saya. Ingatan saya akan malam pergantian tahun itu tidak akan pernah saya lupakan. Begitu juga dengan ingatan saya akan perjuangan para pahlawan bangsa memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.  


Comments

Leave a comment